Kamis, 26 Januari 2012

Mengerti Dan Menyadari Sumber Hidayah


Manusia bisa lupa tentang asal usulnya. Demikian juga terhadap tempat kembalinya. Mereka tahu bahwa dirinya berasal dari tiada, kemudian ada dan seterusnya akan kembali kepada tidak ada. Tetapi sayang pengetahuan ini ternyata hanya sampai di otak tidak di transfer hingga ke hati. Akibatnya mereka tahu tetapi tidak menyadari.
Semua manusia mengaku bahwa pada awalnya dirinya berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah. Mereka sadar sepenuhnya bahwa setelah hidup saat ini akan ada kehidupan di alam lain yang menunggu. Tetapi pengetahuan ini baru bisa bermanfaat jika disadari oleh pemiliknya. Kesadaran itulah yang akan memebentuk sikap prilaku dan perbuatan sehari-hari.

Seorang Dokter katakanlah yang memang pekerjaan sehari-hari  menangani pasien. Tidak sedikit pasien yang meninggal saat dalam perawatan. Jelas bahwa pengetahuan Dokter tentang sebuah kematian sangatlah mendalam. Malah banyak dokter yang bisa meramalkan bahwa usia si Fulan tidak akan sampai sebulan lagi misalnya. Tetapi pengetahuan tentang kematian itu baru berarti jika si Dokter menyadari bahwa dirinya juga akan menyusul dan mati. Jika kesadaran itu tumbuh subur dalam dirinya, tentu dia akan merubah sikapnya. Dia akan memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien dan keluarganya. Dia akan menolong dengan tulus dalam bentuk apapun.
Juga mereka yang sehari-harinya hidup di atas tanah kuburan. Mereka akan tahu pasti bahwa mati itu jelas akan datang pada seseorang. Mereka melihat setiap hari ada saja orang yang dikubur, bahkan mereka mungkin ikut menggali liang lahatnya. Akan tetapi bisa dihitung dengan jari di antara mereka yang menyadari bahwa hal serupa akan menimpa dirinya.
Kesadaran itulah yang sebenarnya disebut Hidayah, petunjuk Allah SWT. Tetapi sayang hal tersebut sangat mahal, hingga tidak semua orang yang bisa mendapatkannya. Hanya mereka yang bersungguh-sungguh yang bakal memperoleh nikmat Hidayah. Itupun masih tergantung pada pilihan Allah SWT.
Kita yang menyadari arti hidup dan mati hendaknya merenungi ancaman bumi yang tertera dalam sebuah riwayat sebagaimana berikut:
“Hai anak Adam kalian berjalan di atas punggungku, kelak kalian akan kembali ke dalam perutku”.
“Hai anak Adam kalian makan makanan, bermalam di atas punggungku, kelak kalian akan di makan oleh ulat-ulat di dalam perutku”.
“Hai anak Adam kalian bergembira di atas punggungku, kelak kalian akan berduka cita di dalam perutku”.
“Hai anak Adam kalian berbuat dosa-dosa di atas punggungku, kelak kalian akan tersiksa dalam perutku”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar